Iklan

03 Agustus 2009

POTRET BURAM SENI SUNDA KINI

oleh : NasrulAzwar
Pengarang : MAS NANU MUDA

HIDUP, tumbuh, dan berkembangnya seni Sunda bergantung pada orang Sunda itu sendiri.
Oleh karena itu, agar keseniannya tetap survive, perlu didukung oleh berbagai pihak. Sudah barang tentu, motor penggeraknya adalah mereka
yang punya kareueus pada seni Sunda, yaitu urang Sunda.
Arnold Hauser dan Janet Wolff menyatakan, seni adalah produk sosial.
Begitu juga seni Sunda, merupakan produk sosial urang Sunda.

Tentu saja yang jadi penyokongnya adalah seniman, masyarakat, dan pemerintah, sekaligus menjadi pembentuk dan yang menghadirkan gaya seni yang khas, juga secara bersama-sama menjadi pembentuk selera baru dalam budaya Sunda. Sudah tentu, pemerintah punya misi budaya yang secara halus terbungkus lewat agenda yang dikemas melalui program pelestarian dan pengembangan seni dan budaya. Corongnya adalah lembaga kebudayaan (Disbudpar).
Dengan demikian, pemerintah adalah power. Pada kenyataannya, power dan culture saling mengisi. Seperti diungkapkan Eisenstadt bahwa culture dan power tetap merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Power tanpa culture tak punya ciri, pun demikian ciri itu sendiri tanpa dukungan kekuasaan tidak akan lestari. Yang dipertanyakan, sejauh mana mereka benar-benar memiliki rasa kecintaan pada seni dan budaya Sunda, sampai anggaran kesenian yang sudah minim malah dipangkas.

Ironisnya lagi, untuk pengadaan laptop 20 anggota DPRD Kota Bandung dianggarkan dalam APBD 2007 Rp 500 juta, yang berarti harga untuk satu unit laptop Rp 25 juta (Pikiran Rakyat, 29/3/2007). Sementara laptop yang cukup bagus harganya hanya antara Rp 12-Rp 15 juta ("PR", 30/3/2007). Bayangkan bila anggaran sebesar itu dipergunakan untuk merevitalisasi seni tradisi yang akan punah!
Dana Rp 25 juta itu sungguh sangat berarti dan ideal untuk membuat karya tari yang representatif, misalnya untuk drama tari atau merevitalisasi tari Sunda buhun yang dikemas dengan citra rasa baru.
Yang lebih menyedihkan, pameran musik perkusi karya Dodong Kodir yang dikurasi Isa Perkasa di Galeri Rumah Teh Taman Budaya Jawa Barat yang batal dilaksanakan pada tanggal 21-28 April 2007, karena dananya belum turun (cair) dari Gedung Sate.
Padahal, pameran itu sudah diagendakan jauh hari oleh Taman Budaya bersama tim kurator serta direkomendasikan oleh Kadisbudpar Jawa Barat. Ini menunjukkan bahwa tidak ada keseriusan pemerintah dalam menumbuhkembangkan iklim kreativitas seniman yang potensial.
Potret buram lain yang turut mengeliminasi gairah seniman dalam kreativitas, terutama bagi mereka yang menyandarkan dana stimulan pada Disbudpar.Hal yang dipertanyakan juga adalah menyoal tim misi kesenian di bawah naungan Disbudpar (Jawa Barat) dan Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata (Disbudpar) sejumlah kabupaten dan kota. Sudah tidak aneh, biasanya Disbudpar dalam menyiapkan misi kesenian, para anggotanya (penari, pengrawit, dan kreatornya) diambil dari berbagai grup yang ada di Jawa Barat.
Namun yang sangat disayangkan, perekrutan para anggota tim sepertinya tidak transparan dan tanpa melalui seleksi yang ketat yang berdasarkan penilaian objektif yang proposional dan profesional dari para inohong. Selayaknya, para anggota tim yang terlibat misi kesenian, personelnya bukan permanen seperti grup dan monopoli yang melulu orang Bandung, atau pelakunya itu-itu saja.
Mengingat lembaga ini milik orang Sunda (Jawa Barat), seniman yang ada di daerah pun seharusnya dilibatkan secara bergiliran untuk misi kesenian tersebut. Mereka yang direkrut itu
tentunya telah melalui seleksi yang ketat, yang secara kompetitif memiliki skill, nalar, serta pengalaman yang tentunya sesuai dengan bidang yang digelutinya.
Salah satu hal yang paling penting disadari bersama arti fungsi lembaga adalah sebagai fasilitator, dan seniman adalah sebagai pelaku yang mengusung mengisi kemajuan aktivitas kesenian, dalam kaitan agar seni dan budaya tetap ajek.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka, seniman, kesenian beserta aktivitasnya adalah sebagai ciri atau identitas suatu budaya, dengan kata lain ia adalah kultur. Sedangkan pemerintah adalah sebagai pengayom dan memberikan stimulasi pada karya seniman untuk berkarya.
Dengan kata lain ia adalah power. Cag!

Sumber :
http://id.shvoong.com/social-sciences/1787256-potret-buram-seni-sunda-kini/

Tulisan ini Link dari www.sanggarfitria.blogspot.com

1 komentar:

  1. kini jadi "kolaborasi" antara "Sunda" dan kontaminasi barut,barat "Babaratan" yang burat bErat dan pikasebeleun nya kang,mana atuh urang sunda teh Euuuuy.........................

    BalasHapus

Sumangga bilih aya anu bade ngomentaran kana lebet ieu posting, tapi poma kedah ngangge basa anu raos diaosna.