Iklan

30 Juni 2021

TETAP JAGA KESEHATAN! ANOMALI MUSIM DIMASA PANDEMI

 

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

 

Baraya kang Jayus, saat ini kita memasuki musim musim yang sangat tidak menentu dimana biasanya kalau memasuki bulan Maret, April, Mei, Juni, Juli, Agustus itu biasanya musim kemarau tetapi kini yang terjadi adalah sebaliknya. Kita mengalami dalam setahun lebih ini hujan terus turun walaupun memang intensitasnya tidak setiap hari. Tapi coba bayangkan sama baraya, saya tinggal di Jakarta yang notabene curah hujan itu sedikit jarang bila dibanding dengan tempat lain seperti Bandung apalagi Bogor. Tapi selama saya ada di Jakarta ini saya merasakan hujan ini hampir setiap minggunya selalu ada. Sedangkan kalau melihat ke tahun-tahun sebelumnya, biasanya bulan juni-juli ini puncak puncak musim kemarau. Jadi saya menyimpulkan untuk 2 tahun atau mungkin 1 tahun lebih ini kita mengalami anomali musim. Kita mengalami musim yang cukup aneh yang membarengi terjadinya pandemi Covid 19 ini. 

Kita sudah melihat banyak yang sakit bertebaran. Apakah itu yang terpapar covid ataupun yang memang sakit yang lainnya. Saya tidak melihat di keluarga orang lain, tapi saya melihat yang terjadi dikeluarga saya sendiri. Istri saya pernah sakit, anak saya bahkan saya sendiri dibulan yang sama di tahun 2020 juga pernah merasakan sakit yang kalau melihat dari indikasi-indikasi yang ada bisa saja itu merupakan covid dengan ciri-ciri yang seperti yang disebutkan di mediamasa, oleh tenaga kesehatan atau oleh siapapun bahwa ciri-cirinya yang saya rasakan waktu itu memang persis seperti orang yang terkena covid. Tapi saya berusaha untuk mengobatinya sendiri. Saya isolasi Mandiri disini di Jakarta dan alhamdulillah saya bisa melewatinya. 


Kebanyakan orang ketika mendapat penyakit yang menimpa dirinya untuk saat ini, dimasa pandemi ini, kebanyakan orang tidak mau memeriksakan ke rumah sakit. Paling jauh mereka akan berobat ke dokter umum. Walaupun dengan kecemasan, mereka berusaha untuk mengobatinya sendiri, mendapatkan obat yang sesuai seperti yang mereka inginkan. Walaupun memang jujur saya katakan, orang yang sakit sat ini, baik itu yang sakitnya bukan covid ataupun memang covid, yang mereka takutkan bukan penyakitnya. Sebenarnya yang mereka takutkan adalah paradigma yang sekarang ini berkembang di masyarakat di mana masih banyak diantara warga masyarakat yang memandang orang yang terkena covid itu adalah aib. Mereka akan mengasingkan orang yang terpapar, memutuskan hubungan silaturahmi walau untuk sementara, bahkan seakan mereka enggan untuk berinteraksi yang pada akhirnya orang yang terkena covid seakan tersendat aliran pintu rezekinya. Dia tidak bisa bekerja, dia tidak bisa berbisnis, bahkan untuk keluar rumah pun mereka dilarang dan orang-orang akan menjauh. Jadi itu yang mengakibatkan mengapa orang sekarang ini yang sakit tidak mau memeriksakan ke tempat-tempat instansi kesehatan seperti ke rumah sakit atau klinik karena yang mereka takutkan sebenarnya adalah bukan 100% penyakitnya, tapi yang mereka takutkan adalah vonis bahwa mereka seorang yang tertular atau yang terkena virus covid dikarenakan penilaian dari masyarakat yang masih phobia dengan yang namanya penyakit covid. 


Saya lihat di beberapa postingan di media sosial dimana banyak orang yang terkena covid mereka menjadi hopeless mereka menjadi putus asa dikarenakan mereka tidak bisa keluar dari rumah, mereka tidak bisa bekerja, mereka tidak bisa berdagang, tapi aparat wilayah atau pengurus wilayah juga tidak bisa memberikan bantuan baik sandang pangan buat mereka yang terpapar. Mungkin di beberapa tempat yang didaerah kota saya lihat aparat-aparat wilayahnya itu sangat sigap ketika satu orang terkena covid mereka akan membantu menyediakan makanan, menyediakan keperluan-keperluan, supaya yang sedang melakukan isolasi Mandiri itu menjadi tenang dan konsentrasi dengan penyembuhan penyakitnya. Tapi coba bayangkan, saya banyak membaca postingan dimedia sosial, dimana dibeberapa kampung ketika ada diantara mereka yang terkena covid, orang kampung akan otomatis menjauhi mereka bahkan aparat sekitar tidak memberikan apa-apa. Ya itu mungkin dikarenakan pandemi ini baru kita alami dijaman kita ini dimana mayoritas orang masih merasa asing dan ada kecemasan dikarenakan ini baru terjadi ditengah-tengah kita dan memang belum ditemukan solusi yang benar-benar membuat kita tenang.




 

Jadi intinya sekarang ini kita harus lebih waspada dalam menghadapi musim yang anomali atau aneh ini. Dimana tubuh kita rentan terserang penyakit. Capek sedikit, kita akan mudah sakit. Pola makan dan istirahat yang kurang teratur juga bisa menjadi pemicu terserangnya penyakit dimasa sekarang ini. Apalagi ancaman yang sudah jelas dari virus yang bernama covid-19. Terkena virus covid bukanlah aib. Kita tidak perlu memutuskan silaturahmi dengan mereka yang terpapar. Kita terus beri dukungan kepada mereka baik moril maupun dukungan sandang pangan. Biar mereka yang terpapar itu bisa konsentrasi dengan proses penyembuhan penyakitnya. Yang paling penting adalah dukungan semangat dari kita-kita yang tidak terpapar atau yang sudah terpapar tapi sudah sembuh yang disebut dengan penyintas covid.


Tetap semangat baraya kang Jayus, tetap jaga protokol kesehatan jangan pernah lalai sampai pemerintah menyatakan kita terlepas dari pandemi ini. Ingat, kita harus cukup makan dan istirahat biar imun tubuh kita selalu baik dan bisa menangkal setiap penyakit yang akan masuk ke tubuh kita.

Kang Jayus pamit, wassalamu’alaikum warrohmatullahi wabarokatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sumangga bilih aya anu bade ngomentaran kana lebet ieu posting, tapi poma kedah ngangge basa anu raos diaosna.